
Bahasa Ibu Sebagai Penguat Karakter
Bahasa Ibu Sebagai Penguat Karakter
Oleh: Didik Adi Setiawan
Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh Masyarakat untuk bekerja,berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa secara umum merujuk pada sistem komunikasi yang digunakan oleh manusia atau makhluk lain untuk berkomunikasi, mengungkapkan pikiran, ide, perasaan, atau informasi antara satu sama lain. Bahasa memiliki peran penting dalam proses penanaman karakter, hal ini tidak lepas dari keberadaan bahasa itu sendiri. Bangsa Indonesia memiliki bahasa daerah yang sangat beragam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jumlah bahasa daerah (Indigenous languages) menurut Ethnologue berjumlah 715, keberadaan yang demikian menjadikan Indonesia menjadi negara nomor 2 yang memiliki bahasa daerah terbanyak sedunia setelah Papua Nugini.
Pernahkah terbesit di dalam pikiranmu betapa pentingnya bahasa yang pertama kali kamu pelajari sejak lahir? Ya, bahasa ibu, atau bahasa asli yang diajarkan oleh orang tua atau keluarga, adalah fondasi dari komunikasi kita sehari-hari. Namun, selain alat untuk berbicara, bahasa ibu juga mencerminkan identitas budaya. Secara umum bahasa ibu memiliki banyak fungsi salah satunya adalah memperkuat karakter dari seorang individu. Dari hal ini maka perlu sebuah pembahasan secara lebih terperinci mengenai bagaimana bahasa ibu khususnya “bahasa Jawa kromo” itu memberikan penguatan-penguatan karakter terhadap individu yang menggunakan terutama pada ’’generasi Z’’. Penulis lebih mengkhususkan pada pada penggunaan bahasa Jawa kromo karena setelah penulis melakukan survai terhadap salah satu Sekolah Menengah Atas ( SMA ) mendapatkan gambaran bahwa pada siswa siswi di sekolah tersebut serasa asing dengan penggunaan Bahasa Jawa ngoko.
Bahasa Ibu sarana sosialisasi utama
Setiap manusia pasti menjalankan proses belajar dan menyesuaikan diri dengan nilai, norma, dan adat istiadat masyarakat. Sosialisasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sejak lahir hingga meninggal. Pada proses sosialisasi ini keluarga mengambil peran yang sangat dominan, terutama dalam mengenalkan bahasa. Kita sering melihat di lingkungan sekitar kita, ada seorang ibu atau bapak yang memiliki anak yang usianya dibawah satu tahun dalam keseharian orang tua tersebut selalu mengajak berbicara kepada anaknya walaupun anaknya belum mampu memahami ucapan yang disamapaikan oleh orang tuanya. Penyamapai kata yang diucapkan oleh orang tua adalah kata yang paling mudah dan sering dijumpai di sekitar anggota keluarga. Kondisi yang demikian kita mengamati penggunaan kata makan dalam bahasa Jawa Maem orang tua mengucapkannya dan mengajari anaknya dengan kata "mak" dari kata dasar maem tadi, dan tentunya masih banyak lagi contoh yang ada pada masyarakat Jawa.
Pola umum sosialisasi pada keluarga Jawa hampir semua menggunakan bahasa ibu walaupun di era sekarang pola sosialisasi yang utama dan pertama di lingkungan keluarga itu sendiri sudah agak berkurang dalam penggunaan bahasa Ibu, karena orang tua sekarang banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari. Menurut hemat penulis penggunaan bahasa Indonesia pada proses sosialisasi tingkat awal ini agak kurang tepat kenapa, karena bahasa Indonesia pada jenjang lingkungan pendidikan yang kedua yaitu Pendidikan formal di sekolah. Dengan demikian bahasa Ibu ini memiliki posisi yang sentral dalam penanaman karakterter. Hal tersebut tidak tanpa alasan karena merujuk pada buku Tingkat Tutur Bahasa Jawa (2013) oleh Soepomo Poedjosoedarmo dkk menyebutkan ada tiga tingkatan Bahasa Jawa yaitu: 1). Ngoko 2). Kromo 3). Madya ketiga macam tingkatan bahasa Jawa adalah bahasa pengantar dan digunakan hari-hari. Adapun setiap tingkatan bahasa Jawa tersebut memiliki makna dan fungsinya tersendiri, tujuannya agar seseorang dapat berkomunikasi sesuai unggah-ungguh atau tata krama sehingga mampu menanamkan karakter pada pengunanya.
Mengutip dari Web Direktorat SMP, bahasa ibu sering kali menjadi sarana untuk menyampaikan nilai, tradisi, dan budaya dari generasi ke generasi. Melalui bahasa ibu, anak-anak belajar tidak hanya tentang komunikasi, tetapi juga tentang identitas mereka, ikatan keluarga, dan warisan budaya mereka. Bahasa ibu membentuk bagian integral dari identitas seseorang. Bahasa ibu bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga fondasi identitas, budaya, dan pengetahuan seseorang. Memelihara dan menghargai bahasa ibu merupakan langkah penting dalam menjaga keberagaman budaya dan kekayaan warisan budaya di seluruh dunia.
Tantangan dan Strategi Menjaga Bahasa Ibu
Dunia saat ini sudah bergerak memasuki era milenia. Era ini digambarkan sebagai sebuah periode waktu Dimana teknologi berkembang dan menjadi sebuah gaya hidup bagi generasi didalamnya. Perkembangan ini berlangsung sangat cepat hal ini dipengaruhi dan mempengaruhi banyak hal, tidak terkecuali adalah adanya pergeseran nilai budaya terutama penggunaan bahasa ibu. Berdasarkan sebuah pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa responden yang dilakukan secara acak tetapi mengkelompokkannya berdasarkan usia dan profesi. Wawancara ini memiliki tujuan untuk mengetahui secara umum tentang pemahaman penggunaan bahasa Ibu (Jawa) dikalangan masyarakat, serta mengkorelasikanya dengan karakter yang dimilikinya. Penulis menemukan pada responden A mereka sudah tidak bisa menggunakan bahasa ibu terutama pada tingkatan “ngoko alus” dan sangat terasa asing bagi mereka. Responden B dengan tingkat pendidikan sarjana yang dibesarkan di desa agak tidak bisa menggunakan dan memahami tingkatan bahasa ibu “kromo”. Dari dua kelompok kecil responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman dan penggunaan bahasa ibu sudah mulai luntur dan agak asing bagi responden.
Tantangan tidak hanya muncul dari kalangan Masyarakat umum tetapi tantangan juga datang dari lingkungan sekolah pendidikan formal penggunaan bahasa Ibu hampir tidak pernah diucapkan karena mayoritas pendidik menggunakan bahasa Indonesia dalam penyamapaian materi dan berkomunikasi. Keluarga juga menjadi penyebab munculnya tantangan mulai terkikisnya penggunaan bahasa Ibu bagaimana tidak, karena dalam lingkungan keluarga, orang tua cenderung menggunakan Bahasa Jawa ngoko dalam berkomunikasi sehari-hari dengan keluarga dan anak-anaknya. Orang tua jarang mengajarkan bahasa jawa krama pada anak-anaknya, sehingga anak kurang fasih berbicara menggunakan bahasa daerah. Dari hal diatas menjadikan sebab generasi muda sekarang kurang memahami bahasa ibu (Jawa) terutama ngoko alus dan kromo .
Berpijak dari kondisi nyata penggunaan bahasa ibu yang semakin meredup tentunya perlu perhatian serius dari semua pihak, untuk merumuskan sebuah strategi mempertahankan dan memelihara keberlangsungannya. Upaya kongkrit sudah dilakukan Pemerintah diantaranya adalah: a) Memasukkan bahasa ibu kedalam bagian kurikulum menjadi muatan lokal b) Melakukan pewarisan bahasa daerah secara terstruktur dan kontekstual c) memberi kebebasan siswa untuk memilih bahasa daerah yang ingin dipelajari. Selaian hal tersebut ada juga langkah-langkah lain untuk menjaga bahasa Ibu diantaranya adalah: 1) Menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari 2) Mendorong penggunaan bahasa daerah di ruang public 3) Menyelenggarakan kegiatan budaya yang menggunakan bahasa daerah 4) Memanfaatkan teknologi untuk melestarikan bahasa daerah 5) Meningkatkan kesadaran Masyarakat. Mengutip dari perbincangan dengan M.Shoheh, S.Pd, MA, Ph.D yang di sepakati oleh Ibu Puji Ningrum, S.Pd., M.Pd. bahwa salah satu cara dalam penanaman karakter adalah melalui pengunaan bahasa ibu. Menurut mereka diantara penguatan karakter adalah “melalui pembiasaan atau aktifitas berpola”.